FIFA, badan sepak bola internasional, telah lama diganggu oleh tuduhan korupsi, penyuapan, dan salah urus. Organisasi tersebut, yang bertanggung jawab mengawasi olahraga paling populer di dunia, telah terlibat dalam skandal demi skandal dalam beberapa tahun terakhir, mencoreng reputasinya dan menimbulkan pertanyaan serius mengenai integritasnya.
Salah satu skandal paling terkenal yang menimpa FIFA adalah skandal korupsi tahun 2015, yang mengakibatkan dakwaan dan penangkapan beberapa pejabat tinggi, termasuk mantan presiden Sepp Blatter. Skandal tersebut mengungkap budaya korupsi di dalam organisasi tersebut, dengan para pejabat dituduh menerima suap sebagai imbalan atas kesepakatan penyiaran dan sponsor yang menguntungkan. Skandal ini juga menimbulkan kekhawatiran mengenai proses penawaran untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia, dengan tuduhan suap dan jual beli suara seputar pemilihan Rusia dan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022.
Selain korupsi, FIFA juga menghadapi tuduhan salah urus dan ketidakmampuan. Organisasi ini telah dikritik karena kurangnya transparansi dan akuntabilitas, dan para kritikus menunjuk pada kurangnya pengawasan dan kontrol atas keuangannya. FIFA juga dituduh gagal mengatasi masalah-masalah seperti rasisme dan diskriminasi dalam olahraga ini dengan baik, sehingga menimbulkan kritik luas dari para pemain dan penggemar.
Meskipun ada janji reformasi dan akuntabilitas setelah skandal korupsi, FIFA terus menghadapi tuduhan melakukan kesalahan. Pada tahun 2019, mantan presiden FIFA Sepp Blatter dilarang bermain sepak bola selama enam tahun karena pelanggaran etika, sementara mantan presiden UEFA Michel Platini juga dilarang selama empat tahun. Larangan ini menggarisbawahi tantangan yang dihadapi FIFA dalam upayanya membersihkan citranya dan memulihkan kepercayaan publik terhadap organisasi tersebut.
Sisi gelap FIFA telah membayangi dunia sepak bola, dengan para penggemar dan pemain mempertanyakan integritas organisasi tersebut. Meskipun upaya telah dilakukan untuk mengatasi masalah korupsi dan salah urus, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa FIFA beroperasi dengan transparansi dan akuntabilitas. Hanya waktu yang akan membuktikan apakah FIFA dapat benar-benar membersihkan tindakannya dan mengembalikan reputasinya sebagai penjaga permainan yang indah.
